Yesus Sahabat Sejalan

Mei 13, 2023Berita Mimbar

Minggu ini suasana mudik dan lebaran sangat terasa kental, dan tentu saja kita ikut berbahagia bersama dengan saudara-saudara kita umat muslim yang merayakan hari kemenangan. Kalau bicara soal mudik menarik bahwa bacaan kita minggu ini juga menceritakan bagaimana dua murid Yesus mudik ke kampung halaman mereka yang bernama Emaus.
Tidak seperti mudik pada umumnya yang penuh kegembiraan, bawa banyak oleh-oleh, bawa uang baru yang akan dibagikan ke bocil-bocil di rumah, bahkan bawa mobil baru…mudiknya dua murid Yesus ini justru penuh kesedihan. Loh kok bisa? Ternyata dua murid Yesus ini bukan mudik karena mau merayakan hari raya, namun karena kecewa ekspektasi mereka terhadap Yesus tidak menjadi kenyataan. Mereka mengharapkan Yesus menjadi pemimpin politik dan membebaskan mereka dari penjajahan Roma, eh ternyata kok malah Yesus disalib. Bahkan pada hari ketiga mereka nengok ke kubur Yesus dan jenazah Yesus Pun tidak ada di makamnya. Itulah mengapa mereka memutuskan balik kampung karena sudah tidak ada harapan lagi untuk mereka melanjutkan kehidupan di Yerusalem.
Dari perjalanan mudiknya dua murid Yesus ke Emaus ini kita sadar ternyata kesanggupan seseorang untuk menghadapi jurang antara ekspektasi dan realita itu berbeda. Kesebelas murid Yesus memilih tetap tinggal di Yerusalem, sedangkan dua murid ini memutuskan pulang kampung. Lalu apa yang hendak disampaikan dari kisah ini kepada kita, ketika kita juga mengalami bahwa realita yang kita hadapi beda jauh dari ekspektasi?
Pertama, dua murid Yesus dalam perjalanan mereka “saling bercerita” tentang segala sesuatu yang terjadi. Ternyata mereka bukan hanya saling bercerita, namun mereka berusaha membuat nyaman satu dengan yang lain “To Comfort each other”. Hal ini mengatakan pada kita sekarang bahwa ketika kita menghadapi realita yang tidak sesuai dengan ekspektasi, kita pasti kecewa, sedih, marah dan berbagai perasaan lain. Kita diundang untuk saling bercerita dengan orang terdekat kita, saling berbagi apa yang kita rasakan dan saling mengusahakan kenyamanan satu dengan yang lain supaya kita tetap sanggup menjalani kehidupan.

Kedua, ketika Yesus bertanya pada mereka “apa yang terjadi?” dua murid ini menjawab “apakah hanya engkau orang asing di Yerusalem yang tidak mengerti apa yang terjadi?”. Ayat ini memberikan pelajaran yang sungguh berharga bahwa sering kita memperlakukan orang yang paling dekat dengan kita bahkan keluarga kita sebagai orang asing. Kita tidak memberikan perlakuan bagaimana seharusnya mereka diperlakukan sebagai seorang yang dekat, hangat dan dapat kita percaya. Kita bahkan menjauhi keluarga kita, pasangan kita serta anak-anak kita. Yesus bertanya pada kita, sudahkan kita memperlakukan orang-orang terdekat kita dengan semestinya? Sudahkan kita memperlakukan keluarga kita dengan penuh cinta kasih?

Ketiga, ketika dua murid itu makan bersama Yesus mereka baru sadar bahwa orang yang selama ini mereka perlakukan sebagai orang asing ternyata adalah Yesus sendiri. Demikian juga dengan kita, ketika ekspektasi tidak berbanding lurus dengan realita kita sering menggugat ketidakhadiran Tuhan, padahal yang menjadi masalah bukanlah Tuhan hadir bersamaku atau tidak? melainkan kurangnya kepekaan kita atas kehadiranNya. Mengapa demikian? Karena Tuhan selalu hadir, Ia menyertai perjalanan kita juga ketika kita harus mengalami perjalanan dalam macam-macam kekecewaan batin. Maka marilah kita mengasah kepekaan kita atas kehadiran Tuhan yang dapat mewujud dalam apapun. Tuhan memberkati!
-SA-